Cerita Islami Motivasi Keluarga: Indahnya Taqwa Dan Silaturahim Melebihi Cinta Harta Dunia
Cerita Islami Motivasi Keluarga. Dunia ini bagaikan roda yang berputar. Jangan pernah menilai seseorang dengan mata dunia, memandang tinggi harta di atas akidah dan taqwa. Sebaik-baiknya insan ialah yang paling bertaqwa dan bermanfaat bagi sesama. Sering kita temui kisah perihal seseorang yang hanya dipandang sebelah mata sebab secara ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan anggota keluarga yang lain. Namun sebab kesabaran di atas kesabaran, Allah SWT angkat derajatnya dan ternyata di selesai perjalanan hidup justru ia yang menjadi penolong bagi yang lain. Kualitas hidupnya dijamin Allah SWT dan yang dulunya menganggap remeh hasilnya begitu berterima kasih dan kondisi pun berputar 180 derajat. Ingat bahwa iblis dulu diusir dari nirwana sebab sifat sombongnya. Semoga kita dijauhi dari kesombongan dan senantiasa rendah hati namun berharap tinggi berdasarkan pandangan Allah SWT. Jalin terus tali silaturahmi dan tanamkan di dalam diri bahwa harta kita yang bersama-sama ialah apa yang kita pakai, kita makan, dan yang disedekahkan kepada mereka yang berhak. Harta yang terbaik ialah yang halal, toyib dan berkah, menambah ketaatan kepadaNya. (Baca juga: Cara Hasilkan Bitcoin Gratis)
Ahli Sedot Wc Kota Pontianak
Saya sudah sering membaca dongeng Islami perihal motivasi keluerga di bawah ini, namun tetap saja air mata mengalir tak tertahankan. Semoga sanggup menjadi muhasabah bagi diri kita dan senantiasa memperbaiki diri untuk menjadi muslim/muslimah yang terbaik.
Selamat membaca.
Indahnya Taqwa dan Silaturahim Melebihi Cinta Harta Dunia
Seusai Sholat Shubuh saya dikejutkan oleh Bunda
“Ari, Nenek kau masuk Rumah Sakit. Bunda harus tiba melihatnya“
Kulihat wajah bunda nampak sedih.
Tentu saya harus mendampingi bunda, sebab daerah tinggal nenek tidak di Jakarta tapi Sumatera.
Strategi Bitcoin Gratis
Sementara saya hampir mustahil meninggalkan kesibukanku di Jakata, Apalagi kawan bisnisku dari luar negeri sedang ada di Jakarta untuk menjajaki kerjasama pembelian produksi pabrikku.
kulihat Bunda sedang sibuk mengemas pakaiannya di kamar.
“Bunda, apa enggak sanggup berangkatnya lusa aja”
kataku dengan lembut.
“Bunda enggak mau ganggu kamu, bunda sanggup pergi sendiri kok, antar saja Bunda ke Bandara ya."
kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper.
“Baru ahad kemudian bunda ke Dokter dan kini masih harus istirahat.“
Kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi.
“Lusa aja ya, saya temanin.“
“Tidak !!! “
mata Bunda melotot. Kalau sudah begini saya hanya sanggup menghela napas panjang.
Sepeti biasanya saya harus menyerah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak Bunda.“
"Baiklah, kita pergi sama-sama." Seperti biasanya pula Bunda tersenyum cerah, ia memelukku.
Didalam pesawat saya menuju kota kelahiran ayahku, lamunanku terbang kemasa kanak kanaku. ....................
Dalam usia 5 tahun, saya sudah yatim. Karena ayah meninggal jawaban sakit.
Menurut dongeng Bunda, saat Ayah meninggal status ayah masih mahasiswa di Yogya. Bunda bukanlah dari keluarga kaya.
Bunda juga seorang Yatim, beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga Pajabat tinggi di Sumatera.
Sehingga walau Ayah berstatus mahasiswa namun kiriman uang dari orang tuanya masih cukup untuk menanggung hidupnya berkeluarga.
Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. Namun dua tahun sehabis ayah meninggal, bunda tiba ke keluarga ayah sambil membawaku.
Aku masih ingat saat itu usiaku 7 tahun.
Aku tidak begitu ingat persis bagaimana suasana saat Bunda memperkenalkan dirinya sebagai menantu dan saya sebagai cucu kepada kakek dan nenekku.
Yang saya tahu setiap tahun bunda selalu membawaku kerumah kakek dan nenek.
Setiap tahun, setiap lebaran, Bunda mengajakku pergi kerumah kakek dan nenek. Dengan berlelah lelah naik bus melewati pulau Jawa dan Sumatera untuk sampai.
Tak pernah saya antusias tiba ke rumah kekek dan nenek. Sebagai anak kecil saya tahu bahwa kakek nenek tidak pernah hangat dengan kehadiranku dan Bunda.
Beda sekali dengan perlakuannya kepada saudara sepupuku yang lain, ibarat Adi, Rini, Bobi, Anto, Dedi. Setiap lebaran, kulihat para sepupuku tiba dari Jakarta, Bandung, Surabaya dengan pakaian bagus.
Beda sekali denganku. Bila semua Istri Om sibuk berdandan di kamar atau bermalasan di taman belakang rumah kakek yang luas itu, Bunda malah sibuk di dapur memasak, ibarat pembantu.
Ayahku ialah anak tertua diantara empat bersaudara. Semua saudara ayah laki laki. Tidak ada perempuan.
Istri Om semua memang cantik-cantik. Menurut yang kutahu dari nenek, yang selalu diulang-ulang dihadapan Bunda, bahwa semua Istri Om dari kalangan keluarga terhormat.
Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat Bunda tak pernah tersinggung.
Selama membesarkan ku, Bunda tak pernah menerima proteksi satu senpun dari keluarga Ayah. Juga Bunda tidak pernah memohon proteksi dari mereka.
Bunda bekerja keras di perusahaan Swasta sebagai tenaga administrasi. Bundapun tak pernah terpikir untuk menikah kembali. Ketika saya sudah remaja, saya sudah sanggup beralasan bila Bunda mengajakku lebaran di rumah kakek.
“aku males ke rumah kakek dan nenek. Mereka enggak sayang sama aku. Kenapa kita harus ke rumah mereka ?“
Demikian alasanku. Tapi Bunda dengan segala sifatnya yang keras memaksaku untuk ikut. akupun tak berdaya.
Ketika saya tamat SMU, saya tidak kuliah. Aku menentukan bekerja di bengkel.
“Saya tak ada uang untuk mengirim Ari ke universtas, Yah". Demikian kata ibu kepada kakek saat menanyakan mengapa saya tidak kuliah.
Kakek dan nenek nampak tersenyum sinis saat mengetahui keadaanku.
Tahun-tahun berikutnya saat lebaran. Kakek dengan kebanggaannya bercerita tetang sepupuku yang berangkat ke luar negeri untuk kuliah. Ada juga yang masuk sekolah tinggi tinggi swasta bergengsi di Jakarta.
Aku maklum sebab Om ku semua memiliki posisi sebagai Pejabat dan ada juga yang jadi pengusaha.
Aku dan Bunda hanya membisu mendengar dongeng itu. Tapi, tak pernah mengurangi niat Bunda untuk tiba ke rumah kakek dan nenek.
Dan saya semakin bosan dengan perilaku keluarga ayahku.
Yang niscaya bi idznillaah, izin Allaah SWT ditambah kerja kerasku, saya sanggup menanggung Bunda dan Bunda tak perlu lagi berkerja keras.
Berjalannya waktu, yang tadinya saya sebagai pekerja bengkel, akupun sudah sanggup berdikari dengan membuka perjuangan bengkel sendiri.
Lambat laun, saya menerima kawan untuk menciptakan komponen bodi kendaraan sebagai pemasok pabrikan otomotif. Usaha ini ku geluti dengan kerja keras siang malam dan hasilnya berkembang. Ini semua tidak sanggup dilepaskan tugas Bunda yang tak henti mendoa' kan ku.
Akupun sanggup hidup mapan. Namun, kewajiban setiap lebaran tiba berkunjung ke rumah kakek nenek tetap saja dilakukan oleh Bunda dan saya harus ikut.
Tapi belakangan keluarga yang berkumpul di rumah kakek dan nenek tidak lagi utuh. Yang lain hanya menelphone mengucapkan selamat lebaran kepada kakek dan nenek. Sepupuku pun tak semua datang. Mereka bersikap sama dengan orang tuanya, mengucapkan selamat lebaran via SMS, telpon atau WA. Tapi kakek dan nenek tetap gembira dengan mereka.
Aku tak pernah dongeng perihal keadaanku sebab kakek dan nenek tak pernah bertanya tentangku. Walaupun mereka tahu saya dan Bunda tidak lagi tiba dengan bus tapi memakai pesawat terbang.
.........
Tak terasa roda pesawat sudah menyentuh landasan. Kulihat Bunda tersentak dari tidur lelapnya. Dia melirik kearahku dan entah kenapa ia menciumku keningku.
”Ada apa Bunda ?“ tanyaku dengan tesenyum
“Bunda ingat akan ayahmu."
Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya membisu “Ayahmu laki-laki yang sangat baik. Sangat baik".
Dia laki-laki yang Sholeh. Ayahmu berencana bila ia selesai kuliah dan sanggup pekerjaan maka ia akan membawa Bunda dan kau ke keluarga besarnya.
Bunda tahu kok, Ayahmu dalam posisi lemah saat melamar Bunda. Di samping itu ia sadar sebab pilihannya kepada bunda menciptakan ia berbeda dengan Ayahnya.
"Ayahmu mengasihi bunda sebab ia lebih mengasihi Allaah dari apapun” Sambung Bunda.
“Maksud Bunda apa ?"
“Ayahmu menentukan Bunda sebab Agama." Dia tidak melihat Bunda sebab kecantikan, sebab keturunan orang kaya, sebab apa-apa. Dihadapan Ayahmu, Bunda ialah muslimah yang baik, yang miskin. Dan itu pasti7 akan ditentang habis oleh keluarganya.”
Air mata Bunda berlinang dan hasilnya air mata itu jatuh membasahi pipinya.
“kamu ialah putra ayahmu." Anak yang berbakti, Sholeh dan pekerja keras.
"Benarlah jika niat baik sebab Allaah maka yang akan tiba juga kebaikan.“
Aku terdiam. Ada yang mengganjal dalam pikiranku.
Ini momen yang sempurna untuk bertanya ...
“Kenapa Bunda selalu menaruh hormat kepada kakek dan nenek.
Padahal mereka sangat hirau dan tidak peduli dengan kita."
Bunda menatapku dengan tersenyum
“Ketika Ayahmu pulang ke Sumatera dalam keadaan sakit, ia berpesan kepada Bunda , bila ia meninggal supaya Bunda menjalin silahturahim dengan keluarganya dan mendidik mu untuk erat kepada kedua orang tuanya.”
Bunda bengong sebentar sambil mengusap airmatanya.
"Kamu tahu, sehabis Ayahmu meninggal, butuh dua tahun Bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu.
Walau sebab itu tidak ada rasa hormat kepada Bunda, dan Bunda juga menyaksikan betapa kau tidak diperlakukan sama ibarat cucu yang lain, tapi Bunda ingat kata kata Ayahmu “Cintailah sesuatu sebab lantaran Allah. Tak penting rasa hormat dan imbalan dari manusia, ya kan, anakku.”
“Ya, Bunda" Terlontar begitu saja dari mulutku.
Entah kenapa kedatangan ku bersama Bunda kali ini disambut dengan air mata berlinang oleh kakek.
Dia peluk saya saat hingga di kamar nenek dirawat.
Yang tiba menjenguk hanya "aku dan Ibu". Sementara Om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur.
Dari kakek kutahu bahwa nenek terkena stroke tapi keadaanya cepat tertolong.
Mungkin sehabis itu nenek akan lumpuh.
Kakek mengajakku keluar dari ruangan.
Kami bicara di taman Rumah sakit.
“Dua tahun lalu, Om mu yang pejabat di Jakarta, terkena kasus Korupsi. Dia dalam investigasi oleh pegawanegeri yang berwajib."
Sebelumnya, Om mu yang di Surabaya, perusahaannya disita oleh Bank sebab bankrut.
Om kau yang di Bandung bercerai dengan istrinya, sebab soal perselingkuhan dan hasilnya terkena PHK sebagai PNS.
Semua bawah umur mereka tumbuh menjadi anak yang liar.
Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas.
“aku terkejut, sebab gres kali ini saya tahu." Mungkin sebab hubunganku dengan keluarga ayahku tidak begitu erat maka tak banyak kutahu soal mereka.
“Kakek tahu bahwa nenekmu punya penyakit darah tinggi dan jantung."
Makanya kakek berusaha menyimpan rapat diam-diam perihal Om kau yang tersangkut kasus karupsi.
"Tapi kemarin, ada yang memberi tahu bahwa Om kau sudah di vonis penjara enam tahun atas tindakan korupsinya. Seketika itu pula nenekmu jatuh pingsan ...”
Aku hanya membisu untuk menjadi pendengar yang baik.
“Ari, kami tahu bahwa selama ini perlakuan kami kepada kau dan ibu mu kurang baik."
Bahkan kami biarkan ibu mu menderita membesarkan kamu, membesarkan anak dari putra sulung kami, cucu kami.
Kami menyesal sebab perilaku kami selama ini. Belakangan ini, nenekmu selalu menyebut nama kau .... setiap ia menyebut namamu, seketika itu juga ia menangis.
Kini dimasa bau tanah kami, kami galau sebab tak tahu siapa yang akan mengurus kami.
"Nenekmu mungkin sehabis ini akan lumpuh. Kakek sudah uzur dan lemah ...”
Ku genggam tangan kakek.
“Aku yang akan merawat kakek dan nenek."
Izinkan saya untuk membawa kakek dan nenek ke Jakarta, tinggal bersamaku.
"Beri kesempatan saya untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek.“
Seketika itu juga kakek memelukku erat.
Terasa pundakku basah, "aku tahu kakek menangis" Harta yang ada jual saja lah kek. Untuk bantu Om dan Adik-adiknya.
"Dalam situasi ini tentu mereka sangat membutuhkannya. Dan sisanya kakek sedekahkan untuk Panti asuhan supaya kakek punya bekal ke akhirat, sepakat kan kek." kataku.
Kakek semakin erat pelukannya. "Maha suci Allaah SWT, sifatmu tak jauh beda dengan Ayahmu, yang begitu bijak menyikapi kami."
Bertahun-tahun saya di didik oleh Bunda untuk memahami makna cinta.
"Bahwa Cinta ialah tindakan memberi sebab Allah", bukan mengharap jawaban dari manusia.
akupun harus memahami hakikat cinta dalam kehidupan ini, termasuk menggantikan posisi ayahku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, orangtua ayahku.
......
Bunda nampak senang sekali saat melihatku mendorong dingklik roda Nenek menuju tangga pesawat dengan di samping kakek yang berjalan sambil memegang lenganku. kami semua ke Jakarta.
.........
Ya Allah, semoga kami sanggup menjaga lisan, tindakan, supaya tidak ada yg tersakiti, saling menghargai, menghormati, memberi cinta dlm suka dan duka, saling membantu dlm kebaikan ... meninggal dalam keadaan sebagai insan yang Engkau cintai, Husnul Khootimah dan menerima Syafaa'at yang agung dari Baginda Yang Mulia Habiibunaa Rasuulillaah Muhammad SAW.
Aamiin... Yaa Robbal Alamiin
Sumber: facebook/whatsapp group
Ahli Sedot Wc Kota Pontianak
Saya sudah sering membaca dongeng Islami perihal motivasi keluerga di bawah ini, namun tetap saja air mata mengalir tak tertahankan. Semoga sanggup menjadi muhasabah bagi diri kita dan senantiasa memperbaiki diri untuk menjadi muslim/muslimah yang terbaik.
Selamat membaca.
Indahnya Taqwa dan Silaturahim Melebihi Cinta Harta Dunia
Seusai Sholat Shubuh saya dikejutkan oleh Bunda
“Ari, Nenek kau masuk Rumah Sakit. Bunda harus tiba melihatnya“
Kulihat wajah bunda nampak sedih.
Tentu saya harus mendampingi bunda, sebab daerah tinggal nenek tidak di Jakarta tapi Sumatera.
Strategi Bitcoin Gratis
Sementara saya hampir mustahil meninggalkan kesibukanku di Jakata, Apalagi kawan bisnisku dari luar negeri sedang ada di Jakarta untuk menjajaki kerjasama pembelian produksi pabrikku.
kulihat Bunda sedang sibuk mengemas pakaiannya di kamar.
“Bunda, apa enggak sanggup berangkatnya lusa aja”
kataku dengan lembut.
“Bunda enggak mau ganggu kamu, bunda sanggup pergi sendiri kok, antar saja Bunda ke Bandara ya."
kata bunda sambil memasukan pakaiannya kedalam koper.
“Baru ahad kemudian bunda ke Dokter dan kini masih harus istirahat.“
Kataku dengan tetap lembut sambil memegang tas kopernya untuk mencoba menahannya pergi.
“Lusa aja ya, saya temanin.“
“Tidak !!! “
mata Bunda melotot. Kalau sudah begini saya hanya sanggup menghela napas panjang.
Sepeti biasanya saya harus menyerah untuk mengikuti kata Bunda. Istriku juga punya sifat sama denganku untuk mengikuti kehendak Bunda.“
"Baiklah, kita pergi sama-sama." Seperti biasanya pula Bunda tersenyum cerah, ia memelukku.
Didalam pesawat saya menuju kota kelahiran ayahku, lamunanku terbang kemasa kanak kanaku. ....................
Dalam usia 5 tahun, saya sudah yatim. Karena ayah meninggal jawaban sakit.
Menurut dongeng Bunda, saat Ayah meninggal status ayah masih mahasiswa di Yogya. Bunda bukanlah dari keluarga kaya.
Bunda juga seorang Yatim, beda dengan Ayah yang terlahir dari keluarga Pajabat tinggi di Sumatera.
Sehingga walau Ayah berstatus mahasiswa namun kiriman uang dari orang tuanya masih cukup untuk menanggung hidupnya berkeluarga.
Ayah sengaja merahasiakan perkawinan itu kepada keluarga besarnya. Namun dua tahun sehabis ayah meninggal, bunda tiba ke keluarga ayah sambil membawaku.
Aku masih ingat saat itu usiaku 7 tahun.
Aku tidak begitu ingat persis bagaimana suasana saat Bunda memperkenalkan dirinya sebagai menantu dan saya sebagai cucu kepada kakek dan nenekku.
Yang saya tahu setiap tahun bunda selalu membawaku kerumah kakek dan nenek.
Setiap tahun, setiap lebaran, Bunda mengajakku pergi kerumah kakek dan nenek. Dengan berlelah lelah naik bus melewati pulau Jawa dan Sumatera untuk sampai.
Tak pernah saya antusias tiba ke rumah kekek dan nenek. Sebagai anak kecil saya tahu bahwa kakek nenek tidak pernah hangat dengan kehadiranku dan Bunda.
Beda sekali dengan perlakuannya kepada saudara sepupuku yang lain, ibarat Adi, Rini, Bobi, Anto, Dedi. Setiap lebaran, kulihat para sepupuku tiba dari Jakarta, Bandung, Surabaya dengan pakaian bagus.
Beda sekali denganku. Bila semua Istri Om sibuk berdandan di kamar atau bermalasan di taman belakang rumah kakek yang luas itu, Bunda malah sibuk di dapur memasak, ibarat pembantu.
Ayahku ialah anak tertua diantara empat bersaudara. Semua saudara ayah laki laki. Tidak ada perempuan.
Istri Om semua memang cantik-cantik. Menurut yang kutahu dari nenek, yang selalu diulang-ulang dihadapan Bunda, bahwa semua Istri Om dari kalangan keluarga terhormat.
Seakan merendahkan keberadaan Bunda. Tapi kulihat Bunda tak pernah tersinggung.
Selama membesarkan ku, Bunda tak pernah menerima proteksi satu senpun dari keluarga Ayah. Juga Bunda tidak pernah memohon proteksi dari mereka.
Bunda bekerja keras di perusahaan Swasta sebagai tenaga administrasi. Bundapun tak pernah terpikir untuk menikah kembali. Ketika saya sudah remaja, saya sudah sanggup beralasan bila Bunda mengajakku lebaran di rumah kakek.
“aku males ke rumah kakek dan nenek. Mereka enggak sayang sama aku. Kenapa kita harus ke rumah mereka ?“
Demikian alasanku. Tapi Bunda dengan segala sifatnya yang keras memaksaku untuk ikut. akupun tak berdaya.
Ketika saya tamat SMU, saya tidak kuliah. Aku menentukan bekerja di bengkel.
“Saya tak ada uang untuk mengirim Ari ke universtas, Yah". Demikian kata ibu kepada kakek saat menanyakan mengapa saya tidak kuliah.
Kakek dan nenek nampak tersenyum sinis saat mengetahui keadaanku.
Tahun-tahun berikutnya saat lebaran. Kakek dengan kebanggaannya bercerita tetang sepupuku yang berangkat ke luar negeri untuk kuliah. Ada juga yang masuk sekolah tinggi tinggi swasta bergengsi di Jakarta.
Aku maklum sebab Om ku semua memiliki posisi sebagai Pejabat dan ada juga yang jadi pengusaha.
Aku dan Bunda hanya membisu mendengar dongeng itu. Tapi, tak pernah mengurangi niat Bunda untuk tiba ke rumah kakek dan nenek.
Dan saya semakin bosan dengan perilaku keluarga ayahku.
Yang niscaya bi idznillaah, izin Allaah SWT ditambah kerja kerasku, saya sanggup menanggung Bunda dan Bunda tak perlu lagi berkerja keras.
Berjalannya waktu, yang tadinya saya sebagai pekerja bengkel, akupun sudah sanggup berdikari dengan membuka perjuangan bengkel sendiri.
Lambat laun, saya menerima kawan untuk menciptakan komponen bodi kendaraan sebagai pemasok pabrikan otomotif. Usaha ini ku geluti dengan kerja keras siang malam dan hasilnya berkembang. Ini semua tidak sanggup dilepaskan tugas Bunda yang tak henti mendoa' kan ku.
Akupun sanggup hidup mapan. Namun, kewajiban setiap lebaran tiba berkunjung ke rumah kakek nenek tetap saja dilakukan oleh Bunda dan saya harus ikut.
Tapi belakangan keluarga yang berkumpul di rumah kakek dan nenek tidak lagi utuh. Yang lain hanya menelphone mengucapkan selamat lebaran kepada kakek dan nenek. Sepupuku pun tak semua datang. Mereka bersikap sama dengan orang tuanya, mengucapkan selamat lebaran via SMS, telpon atau WA. Tapi kakek dan nenek tetap gembira dengan mereka.
Aku tak pernah dongeng perihal keadaanku sebab kakek dan nenek tak pernah bertanya tentangku. Walaupun mereka tahu saya dan Bunda tidak lagi tiba dengan bus tapi memakai pesawat terbang.
.........
Tak terasa roda pesawat sudah menyentuh landasan. Kulihat Bunda tersentak dari tidur lelapnya. Dia melirik kearahku dan entah kenapa ia menciumku keningku.
”Ada apa Bunda ?“ tanyaku dengan tesenyum
“Bunda ingat akan ayahmu."
Bunda nampak berlinang air mata. Aku hanya membisu “Ayahmu laki-laki yang sangat baik. Sangat baik".
Dia laki-laki yang Sholeh. Ayahmu berencana bila ia selesai kuliah dan sanggup pekerjaan maka ia akan membawa Bunda dan kau ke keluarga besarnya.
Bunda tahu kok, Ayahmu dalam posisi lemah saat melamar Bunda. Di samping itu ia sadar sebab pilihannya kepada bunda menciptakan ia berbeda dengan Ayahnya.
"Ayahmu mengasihi bunda sebab ia lebih mengasihi Allaah dari apapun” Sambung Bunda.
“Maksud Bunda apa ?"
“Ayahmu menentukan Bunda sebab Agama." Dia tidak melihat Bunda sebab kecantikan, sebab keturunan orang kaya, sebab apa-apa. Dihadapan Ayahmu, Bunda ialah muslimah yang baik, yang miskin. Dan itu pasti7 akan ditentang habis oleh keluarganya.”
Air mata Bunda berlinang dan hasilnya air mata itu jatuh membasahi pipinya.
“kamu ialah putra ayahmu." Anak yang berbakti, Sholeh dan pekerja keras.
"Benarlah jika niat baik sebab Allaah maka yang akan tiba juga kebaikan.“
Aku terdiam. Ada yang mengganjal dalam pikiranku.
Ini momen yang sempurna untuk bertanya ...
“Kenapa Bunda selalu menaruh hormat kepada kakek dan nenek.
Padahal mereka sangat hirau dan tidak peduli dengan kita."
Bunda menatapku dengan tersenyum
“Ketika Ayahmu pulang ke Sumatera dalam keadaan sakit, ia berpesan kepada Bunda , bila ia meninggal supaya Bunda menjalin silahturahim dengan keluarganya dan mendidik mu untuk erat kepada kedua orang tuanya.”
Bunda bengong sebentar sambil mengusap airmatanya.
"Kamu tahu, sehabis Ayahmu meninggal, butuh dua tahun Bunda untuk mengambil keputusan untuk bertemu dengan kakek dan nenekmu.
Walau sebab itu tidak ada rasa hormat kepada Bunda, dan Bunda juga menyaksikan betapa kau tidak diperlakukan sama ibarat cucu yang lain, tapi Bunda ingat kata kata Ayahmu “Cintailah sesuatu sebab lantaran Allah. Tak penting rasa hormat dan imbalan dari manusia, ya kan, anakku.”
“Ya, Bunda" Terlontar begitu saja dari mulutku.
Entah kenapa kedatangan ku bersama Bunda kali ini disambut dengan air mata berlinang oleh kakek.
Dia peluk saya saat hingga di kamar nenek dirawat.
Yang tiba menjenguk hanya "aku dan Ibu". Sementara Om dan sepupuku tidak ada yang datang. Kulihat nenek dalam keadaan tertidur.
Dari kakek kutahu bahwa nenek terkena stroke tapi keadaanya cepat tertolong.
Mungkin sehabis itu nenek akan lumpuh.
Kakek mengajakku keluar dari ruangan.
Kami bicara di taman Rumah sakit.
“Dua tahun lalu, Om mu yang pejabat di Jakarta, terkena kasus Korupsi. Dia dalam investigasi oleh pegawanegeri yang berwajib."
Sebelumnya, Om mu yang di Surabaya, perusahaannya disita oleh Bank sebab bankrut.
Om kau yang di Bandung bercerai dengan istrinya, sebab soal perselingkuhan dan hasilnya terkena PHK sebagai PNS.
Semua bawah umur mereka tumbuh menjadi anak yang liar.
Kuliah tidak selesai, dan terjebak dalam pergaulan bebas.
“aku terkejut, sebab gres kali ini saya tahu." Mungkin sebab hubunganku dengan keluarga ayahku tidak begitu erat maka tak banyak kutahu soal mereka.
“Kakek tahu bahwa nenekmu punya penyakit darah tinggi dan jantung."
Makanya kakek berusaha menyimpan rapat diam-diam perihal Om kau yang tersangkut kasus karupsi.
"Tapi kemarin, ada yang memberi tahu bahwa Om kau sudah di vonis penjara enam tahun atas tindakan korupsinya. Seketika itu pula nenekmu jatuh pingsan ...”
Aku hanya membisu untuk menjadi pendengar yang baik.
“Ari, kami tahu bahwa selama ini perlakuan kami kepada kau dan ibu mu kurang baik."
Bahkan kami biarkan ibu mu menderita membesarkan kamu, membesarkan anak dari putra sulung kami, cucu kami.
Kami menyesal sebab perilaku kami selama ini. Belakangan ini, nenekmu selalu menyebut nama kau .... setiap ia menyebut namamu, seketika itu juga ia menangis.
Kini dimasa bau tanah kami, kami galau sebab tak tahu siapa yang akan mengurus kami.
"Nenekmu mungkin sehabis ini akan lumpuh. Kakek sudah uzur dan lemah ...”
Ku genggam tangan kakek.
“Aku yang akan merawat kakek dan nenek."
Izinkan saya untuk membawa kakek dan nenek ke Jakarta, tinggal bersamaku.
"Beri kesempatan saya untuk berbakti kepada kakek dan nenek, ya kek.“
Seketika itu juga kakek memelukku erat.
Terasa pundakku basah, "aku tahu kakek menangis" Harta yang ada jual saja lah kek. Untuk bantu Om dan Adik-adiknya.
"Dalam situasi ini tentu mereka sangat membutuhkannya. Dan sisanya kakek sedekahkan untuk Panti asuhan supaya kakek punya bekal ke akhirat, sepakat kan kek." kataku.
Kakek semakin erat pelukannya. "Maha suci Allaah SWT, sifatmu tak jauh beda dengan Ayahmu, yang begitu bijak menyikapi kami."
Bertahun-tahun saya di didik oleh Bunda untuk memahami makna cinta.
"Bahwa Cinta ialah tindakan memberi sebab Allah", bukan mengharap jawaban dari manusia.
akupun harus memahami hakikat cinta dalam kehidupan ini, termasuk menggantikan posisi ayahku untuk berbakti kepada kakek dan nenek, orangtua ayahku.
......
Bunda nampak senang sekali saat melihatku mendorong dingklik roda Nenek menuju tangga pesawat dengan di samping kakek yang berjalan sambil memegang lenganku. kami semua ke Jakarta.
.........
Ya Allah, semoga kami sanggup menjaga lisan, tindakan, supaya tidak ada yg tersakiti, saling menghargai, menghormati, memberi cinta dlm suka dan duka, saling membantu dlm kebaikan ... meninggal dalam keadaan sebagai insan yang Engkau cintai, Husnul Khootimah dan menerima Syafaa'at yang agung dari Baginda Yang Mulia Habiibunaa Rasuulillaah Muhammad SAW.
Aamiin... Yaa Robbal Alamiin
Sumber: facebook/whatsapp group
0 Response to "Cerita Islami Motivasi Keluarga: Indahnya Taqwa Dan Silaturahim Melebihi Cinta Harta Dunia"
Post a Comment