Kisah Wangsit Keluarga Motivasi Islami: Anak Sukses Dunia Vs Sukses Akhirat
Kisah Inspirasi Keluarga Motivasi Islami - Anak yaitu titipan Allah SWT. Tidaklah gampang dalam mendidiknya. Bekal yang kita sematkan haruslah sesuai dengan porsinya. Sebenarnya tidak ada kata seimbang antara dunia dan akherat, sebab sebetulnya segala sesuatu yang kita lakukan ketika ini yaitu untuk menggapai pintu surga. Dunia yaitu persinggahan sementara. Jangan terlalu dipuja. Didiklah anak dengan bekal terbaik untuk kehidupan akhiratnya, dan bekal dunia secukupnya semoga ia tidak terlena. Sebenarnya setiap anak mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sering kita mencoba membandingkan satu sama lain secara tidak fair. Ada yang prestasi di sekolahnya sangat bagus, sedangkan anak yang lain biasa saja, namun ternyata ia mempunyai kelebihan dalam hal lain. Kita sering memegang patokan bahwa anak yang sukses yaitu nilai raportnya paling bagus. Kalau nilainya jelek, eksklusif dicap sebagai anak bodoh dan yakin tidak akan sukses di masa mendatang. Nilai IQ didewakan, sedangkan ESQ (emmotional quotient) dan SQ (spiritual quotient) diabaikan. Harta dijadikan patokan kebahagiaan dan kesuksesan, sedangkan amal ibadah, tingkah laris dan budpekerti hanya dianggap embel-embel semata. Anak alhasil terjerumus ke dalam kehidupan cinta dunia dan menghalakan segala cara. Nadzubulillah! (Baca juga: Cara Hasilkan Bitcoin Gratis )
Ahli Sedot Wc Kota Manado
Kisah ide islami berikut ini mudah-mudahan sanggup dipetik hikmahnya dan menjadi motivasi untuk mendidik anak secara lebih syariah.
*****
*“Goblok kau ya…”*
Kata Suamiku sambil melemparkan buku rapor sekolah Doni.
Kulihat suamiku berdiri dari kawasan duduknya dan kemudian beliau menarik kuping Doni dengan keras.
Doni meringis.
Tak berapa usang Suamiku pergi kekamar dan keluar kembali membawa penepuk nyamuk.
*Dengan bernafsu suamiku memukul Doni berkali kali dengan penepuk nyamuk itu*
Penepuk nyamuk itu diarahkan kekaki, kemudian ke punggung dan terus , terus.
Doni menangis “ Ampun, ....ayah..ampun ayah..” Katanya dengan bunyi terisak isak. Wajahnya memancarkan rasa takut. Dia tidak meraung.
Doni tegar dengan siksaan itu.
Tapi matanya memandangku.
Dia membutuhkan perlindunganku. Tapi saya tak sanggup sebab saya tahu betul sifat suamiku.
Strategi Bitcoin Gratis
“Lihat adik adikmu.
Mereka semua berakal pandai sekolah. Mereka rajin belajar.
Ini kau anak tertua malah malas dan tolol,,
Mau jadi apa kau nanti ?
Mau jadi beban adik adik kau ya…he “ Kata suamiku dengan bunyi terengah engah kelelahan memukul Doni.
Suamiku terduduk dikorsi.
*Matanya kosong memandang kearah Doni dan kemudian melirik kearah ku*
“ Kamu ajarin dia.
Aku tidak mau lagi lihat lapor sekolahnya buruk.
*"Dengar itu..!!!“*
Kata suamiku kepadaku sambil berdiri dan masuk kekamar tidur.
Kupeluk Doni.
Matanya memudar.
Aku tahu dengan nilai lapor buruk dan tidak naik kelas saja beliau sudah aib apalagi di maki maki dan dimarahi didepan adik adiknya.
Dia aib sebagai anak tertua. Kembali matanya memandangku. Kulihat beliau butuh dukunganku. Kupeluk Doni dengan erat “ Anak bunda, tidak tolol" Anak bunda berakal kok. Besok ya rajin ya belajarnya”
“ Doni udah berguru sungguh sungguh, bunda, Bunda kan lihat sendiri.
Tapi Doni memang engga berakal menyerupai Ruli dan Rini.
Kenapa ya Bunda” Wajah lugunya membuatku terenyuh.. *Aku menangis “ Doni, berakal kok* Doni kan anak ayah. Ayah Doni berakal tentu Doni juga pintar. “
“ Doni bukan anak ayah.”
Katanya dengan mata tertunduk *“ Doni telah mengecewakan Ayah, ya bunda “*
Malamnya , adiknya Ruli yang sekamar dengannya membangunkan kami sebab ketakutan melihat Doni mengigau terus.
Aku dan suamiku berhamburan kekamar Doni.
Kurasakan badannya panas.
*Kupeluk Doni dengan sekuat jiwaku untuk menenangkannya*
Matanya melotot kearah kosong. Kurasakan badannya panas.
*Segera kukompres kepalanya dan suamiku segera menghubungi dokter keluarga*
Doni tak lepas dari pelukanku “ Anak bunda, buah hati bunda, kenapa sayang. Ini bunda,..” Kataku sambil terus membelai kepalanya.
Tak berapa usang matanya mulai redup dan terkulai.
Dia mulai sadar. Doni membalas pelukanku. ‘ *Bunda, temani Doni tidur ya."* Katanya sayup sayup.
Suamiku hanya menghelap nafas. Aku tahu suamiku merasa bersalah sebab insiden siang tadi.
Doni yaitu putra tertua kami.
*Dia lahir memang ketika keadaan keluarga kami sadang sulit*
Suamiku ketika itu masih kuliah dan bekerja serabutan untuk membiayai kuliah dan rumah tangga.
Ketika itulah saya hamil Doni.
Mungkin sebab kurang gizi selama kehamilan tidak menciptakan janinku tumbuh dengan sempurna. *Kemudian , ketika Doni lahir kehidupan kami masih sangat sederhana* Masa balita Doni pun tidak sebaik anak anak lain.
Diapun kurang gizi.
Tapi ketika usianya dua tahun, kehidupan kami mulai membaik seiring usainya kuliah suamiku dan mendapatkan karir yang elok di BUMN.
Setelah itu saya kembali hamil dan Ruli lahir, juga laki laki
dan dua tahu sesudah itu, Rini lahir, adik perempuannya.
Kedua putra putriku yang lahir sesudah Doni mendapatkan lingkungan yang baik dan gizi yang baik pula.
Makanya mereka disekolah berakal pintar.
Makanya saya tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gizi yang cukup dan lingkungan yang baik.
Tapi keadaan ini tidak pernah mau diterima oleh Suamiku.
Dia punya standard yang tinggi terhadap anak anaknya.
Dia ingin semua anaknya menyerupai dia. Pintar dan cerdas.
“ Masalah Doni bukannya beliau tolol, Tapi beliau malas. Itu saja. “ Kata suamiku berkali kali.
Seakan beliau ingin menepis tesis ihwal ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas.
*“ Aku ini dari keluarga miskin* *Manapula saya ada gizi cukup.*
*Mana pula orang tuaku ngerti soal gizi.* Tapi nyatanya saya berhasil.
“ Aku tak bisa berkata banyak untuk mempertahankan tesisku itu.
Seminggu sesudah itu, suamiku memutuskan untuk mengirim Doni kepesantren. AKu tersentak.?!!!!??
*“ Apa alasan Mas mengirim Doni ke Pondok Pesantren “*
“ Biar beliau bisa dididik dengan benar”
*“ Apakah dirumah beliau tidak mendapatkan itu”*
“ Ini sudah keputusanku, Titik.
*“ Tapi kenapa , Mas” AKu berusaha ingin tahu alasan dibalik itu.*
Suamiku hanya diam.
Aku tahu alasannya.
Dia tidak ingin ada efek buruk kepada kedua putra putri kami.
Dia aib dengan tidak naik kelasnya Doni.
Suamiku ingin memisahkan Doni dari adik adiknya semoga terperinci mana yang bisa diandalkannya dan mana yang harus dibuangnya.
Mungkinkah itu alasannya. *Bagaimanapun , bagiku* *Doni akan tetap putraku*
*dan saya akan selalu ada untuknya* Aku tak berdaya.
Suamiku terlalu berakal bila diajak berdebat.
Ketika Doni mengetahui beliau akan dikirim ke Pondok Pesantren, beliau memandangku.
Dia nampak bingung.
*Dia terlalu akrab denganku dan tak ingin berpisah dariku.*
*Dia peluk saya “ Doni engga mau jauh jauh dari bunda” Katanya.*
Tapi seketika itu juga suamiku membentaknya “ Kamu ini laki laki. TIdak boleh cengeng.
Tidak boleh hidup dibawah ketika ibumu. Ngerti. ...!!!!
Kamu harus ikut kata Ayah.
*Besok Ayah akan urus kepindahan kau ke Pondok Pesantren. “*
Setelah Doni berada di Pondok Pesantren setiap hari saya merindukan buah hatiku.
Tapi suamiku nampak tidak peduli. “ Kamu dilarang mengunjunginya di pondok.
Dia harus diajarkan mandiri.
Tunggu saja jikalau liburan beliau akan pulang” Kata suamiku tegas seakan membaca kerinduanku untuk mengunjungi Doni.
Tak terasa Doni kini sudah kelas 3 Madrasah Aliyah atau setingkat SMU. Ruli kelas 1 SMU
dan Rini kelas 2 SLP.
*Suamiku tidak pernah bertanya soal Raport sekolahnya*
Tapi saya tahu raport sekolahnya tak begitu elok tapi juga tidak begitu buruk.
Bila liburan Doni pulang kerumah, Doni lebih banyak diam.
Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal disekolah dan suamiku menanggapi dengan tangkas untuk mencerahkan.
Walau beliau satu kamar dengan adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya sesudah bangkit tidur. *Tengah malam beliau bangkit dan sholat tahajud dan berzikir hingga sholat subuh*
Ku perhatikan tahun demi tahun perubahan Doni sesudah mondok.
Dia berubah dan berbeda dengan adik adiknya.
Dia sangat sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan hemat berbicara.
*Setiap hendak pergi keluar rumah,*
*dia selalu mencium tanganku dan sesudah itu memelukku*
Beda sekali dengan adik adiknya yang serba masbodoh dengan gaya hidup modern didikan suamiku.
Setamat Madrasa Aliyah, Doni kembali tinggal dirumah.
Suamiku tidak menyuruhnya melanjutkan ke Universitas.
“ Nilai rapor dan kemampuannya tak bisa masuk universitas.
Sudahlah.
Aku tidak bisa mikir soal masa depan dia. Kalau dipaksa juga masuk universitas akan menambah beban mentalnya. “
Demikian alasan suamiku.
Aku sanggup memaklumi itu.
*Namun suamiku tak pernah berpikir apa yang harus diperbuat Doni sesudah lulus dari pondok*
Donipun tidak pernah bertanya.
Dia hanya menanti dengan sabar.
Selama setahun sesudah Doni tamat dari mondok, waktunya lebih banyak di habiskan di Masjid. Dia terpilih sebagai ketua Remaja Islam Masjid. *Doni tidak menentukan Masjid yang berada di komplek kami tapi beliau menentukan masjid diperkampungan yang berada dibelakang komplek.* Mungkin sebab inilah suamiku semakin kesal dengan Doni sebab beliau bergaul dengan orang kebanyakan.
Suamiku sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin sebab beliau aib dengan cemoohan dari tetangga maka beliau kadang murka tanpa alasan yang terperinci kepada Doni.
Tapi Doni tetap diam.
Tak sedikitpun beliau membela diri.
*Suatu hari yang tak pernah kulupakan yaitu ketika polisi tiba kerumahku*
Polisi mewaspadai Doni dan sahabat temannya mencuri di rumah yang ada di komplek kami.
Aku tersentak.
Benarkah itu.
*Doni sujud dikaki ku sambil berkata “ Doni tidak mencuri , Bunda.*
TIdak, Bunda percayakan dengan Doni.
Kami memang sering menghabiskan malam di masjid tapi tidak pernah keluar untuk mencuri.”
Aku meraung ketika Doni dibawa kekantor polisi.
Suamiku dengan segala daya dan upaya membela Doni.
Alhamdulilah Doni dan sahabat temannya terbebaskan dari tuntutan itu. Karena memang tidak ada bukti sama sekali.
Mungkin ini akhir kekesalan penghuni komplek oleh ulah Doni dan mitra kawan yang selalu berzikir dimalam hari dan menggangu ketenangan tidur.
Tapi akhir insiden itu , suamiku mengusir Doni dari rumah.
Doni tidak protes.
Dia hanya membisu dan mendapatkan keputusan itu.
*Sebelum pergi beliau rangkul aku” Bunda , Maafkanku.*
Doni belum bisa berbuat apapun untuk membahagiakan bunda dan Ayah.
*Maafkan Doni “* Pesannya.
*Diapun memandang adiknya satu satu.* *Dia peluk mereka satu persatu “ Jaga bunda ya.*
*Mulailah sholat dan jangan tinggalkan sholat. Kalian sudah besar .” demikian pesan Doni*.
*Suamiku nampak tegar dengan sikapnya untuk mengusir Doni dari rumah.*
*“ Mas, Dimana Doni akan tinggal. “ Kataku dengan batas kekuatan terakhirku membela Doni.*
*“ Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus berguru bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri.*
***
Tak terasa sudah enam tahun Doni pergi dari Rumah.
Setiap bulan beliau selalu mengirim surat kepadaku.
Dari suratnya kutahu Doni berpindah pindah kota.
*Pernah di Bandung, Jakarta, Surabaya dan tiga tahun kemudian beliau berangkat ke Luar negeri.*
*Bila membayangkan masa kanak kanaknya kadang saya menangis.*
Aku merindukan putra sulungku. *Setiap hari kami menikmati akomodasi hidup yang berkecukupan.*
Ruli kuliah dengan kendaraan elok dan ATM yang berisi penuh.
Rinipun sama.
Karir suamiku semakin tinggi. Lingkungan sosial kami semakin berkelas.
Tapi, satu putra kami pergi dari kami. Entah bagaimana kehidupannya. Apakah beliau lapar.
*Apakah beliau kebasahan ketika hujan sebab tidak ada kawasan bernaung.* Namun dari surat Doni , saya tahu beliau baik baik saja.
Dia selalu menitipkan pesan kepada kami, “ Jangan tinggalkan sholat.
*Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam. “*
***
Prahara tiba kepada keluarga kami. *Suamiku tersangkut kasus Korupsi.*
Selama proses investigasi itu suamiku tidak dibenarkan masuk kantor. Dia dinonaktifkan.
Selama proses itupula suamiku nampak murung.
Kesehatannya mulai terganggu. Suamiku mengidap hipertensi.
Dan puncaknya , yaitu ketika Polisi menjemput suamiku di rumah. Suamiku terbukti melaksanakan tindak pidana korupsi.
*Rumah dan semua harta yang selama ini dikumpulkan disita oleh negara* Media massa memberitakan itu setiap hari.
Reputasi yang selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dengan gampang hancur berkeping keping. Harta yang dikumpul, sirna seketika. Kami sekeluarga menjadi pesakitan. Ruli malas untuk terus keliah sebab aib dengan sahabat temannya.
Rini juga sama yang tak ingin terus kuliah.
Kini suamiku dipenjara dan anak anak jadi bebanku dirumah kontrakan.
Ya walau mereka sudah cukup umur namun mereka menjadi bebanku. Mereka tak bisa untuk menolongku.
Baru kutahu bahwa selama ini kemanjaan yang diberikan oleh suamiku telah menciptakan mereka lemah untuk survival dengan segala kekurangan.
Maka jadilah mereka bebanku ditengah prahara kehidupan kami.
Pada ketika inilah saya sangat merindukan putra sulungku.
*Ditengah saya sangat merindukan itulah saya melihat sosok laki-laki gagah berdiri didepan pintu rumah.*
Doniku ada didepanku dengan senyuman khasnya.
Dia menghambur kedalam pelukanku. “ *Maafkan saya bunda, Aku gres sempat tiba kini semenjak saya menerima surat dari bunda ihwal keadaan ayah. “* katanya.
Dari wajahnya kutahu beliau sangat merindukanku.
Rini dan Ruli juga segera memeluk Doni.
Mereka juga merindukan kakaknya. Hari itu, kami berempat saling berpelukan untuk meyakinkan kami akan selalu bersama sama.
Kehadiran Doni dirumah telah menciptakan suasana menjadi lain. Dengan bekal tabungannya selama bekerja diluar negeri, Doni membuka perjuangan percetakan dan reklame.
Aku tahu betul sedari kecil beliau suka sekali menggambar namun hobi ini selalu di cemoohkan oleh ayahnya. Doni mengambil alih tugas ayahnya untuk melindungi kami.
Tak lebih setahun sesudah itu, Ruli kembali kuliah dan tak pernah meninggalkan sholat dan juga Rini. *Setiap maghrib dan subuh Doni menjadi imam kami sholat berjamaah dirumah*
Seusai sholat berjamaah Doni tak lupa duduk bersila dihadapan kami dan berbicara dengan bahasa yang sangat halus , beda sekali dengan gaya ayahnya
*" Manusia tidak dituntut untuk terhormat dihadapan insan tapi dihadapan Allah. Harta dunia, pangkat dan jabatan tidak bisa dijadikan tolok ukur kehormatan. Kita harus berjalan dengan cara yang benar dan itulah kunci meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat. Itulah yang harus kita perjuangkan dalam hidup semoga mendapatkan kemuliaan disisi Allah. Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita. Apakah ada yang lebih hebat menjaga kita didunia ini dibandingkan dengan Allah. “*
*“ Apa yang menimpa keluarga kita kini bukanlan azab dari Allah*
Ini sebab Allah cinta kepada Ayah. Allah cinta kepada kita semua sebab kita semua punya tugas hingga menciptakan ayah terpuruk dalam perbuatan dosa sebagai koruptor. Allah sedang berdialog dengan kita ihwal sabar dan ikhlas, ihwal hakikat kehidupan, ihwal hakikat kehormatan.
Kita harus mengambil nasihat dari ini semua untuk kembali kepada Allah dalam sesal dan taubat.
*Agar bila besok janjkematian menjemput kita, tak ada lagi yang harus disesalkan, Karna kita sudah sangat siap untuk pulang keharibaan Allah dengan bersih. “*
*Seusai Doni berbicara , saya selalu menangis*
*Doni yang tidak berakal sekolah, tapi Allah mengajarinya untuk mengetahui diam-diam terdalam ihwal kehidupan dan beliau mendapatkan itu untuk menjadi pelindung kami dan menuntun kami dalam taubah*
*Ini jugalah yang mempengaruhi perilaku suamiku dipenjara*
Kesehatannya membaik.
Darah tingginya tak lagi sering naik. Dia nrimo dan sabar , dan tentu sebab beliau semakin akrab kepada Allah.
*Tak pernah tinggal sholat sekalipun. Zikir dan linangan airmata sesal akan dosanya telah menciptakan jiwanya tentram. Mahasuci Allah*
*Sahabatku terdapat beberapa pesan moral dlm dongeng itu antara lain* :
*1).Jangan memaksakan kemampuan anak*
*2).Jangan merendahkan kemampuan anak*
*3).Kesuksesan bukan hanya diukur dari kemampuan akademik/nilai raport*
*4).Anak yg kelihatannya "terbelakang" belum tentu gagal*
*5). Kasih sayang yg kita berikan kpd semua anak harus adil sesuai dng porsinya*
*6).Jangan hanya memikirikan uang yg banyak tetapi tidak halal..*
*Semoga bermanfaat buat sahabat semua dan Allah jadikan kita semua dan keluarga kita menjadi hamba yg di rahmati, di Ridhoi, di Berkahi jg di bebaskan dari siksa api neraka...*
Dari Hamba Allah Yang HINA
*Aamiin...*
Sumber: facebook/whatsapp group
Ahli Sedot Wc Kota Manado
Kisah ide islami berikut ini mudah-mudahan sanggup dipetik hikmahnya dan menjadi motivasi untuk mendidik anak secara lebih syariah.
*****
*“Goblok kau ya…”*
Kata Suamiku sambil melemparkan buku rapor sekolah Doni.
Kulihat suamiku berdiri dari kawasan duduknya dan kemudian beliau menarik kuping Doni dengan keras.
Doni meringis.
Tak berapa usang Suamiku pergi kekamar dan keluar kembali membawa penepuk nyamuk.
*Dengan bernafsu suamiku memukul Doni berkali kali dengan penepuk nyamuk itu*
Penepuk nyamuk itu diarahkan kekaki, kemudian ke punggung dan terus , terus.
Doni menangis “ Ampun, ....ayah..ampun ayah..” Katanya dengan bunyi terisak isak. Wajahnya memancarkan rasa takut. Dia tidak meraung.
Doni tegar dengan siksaan itu.
Tapi matanya memandangku.
Dia membutuhkan perlindunganku. Tapi saya tak sanggup sebab saya tahu betul sifat suamiku.
Strategi Bitcoin Gratis
“Lihat adik adikmu.
Mereka semua berakal pandai sekolah. Mereka rajin belajar.
Ini kau anak tertua malah malas dan tolol,,
Mau jadi apa kau nanti ?
Mau jadi beban adik adik kau ya…he “ Kata suamiku dengan bunyi terengah engah kelelahan memukul Doni.
Suamiku terduduk dikorsi.
*Matanya kosong memandang kearah Doni dan kemudian melirik kearah ku*
“ Kamu ajarin dia.
Aku tidak mau lagi lihat lapor sekolahnya buruk.
*"Dengar itu..!!!“*
Kata suamiku kepadaku sambil berdiri dan masuk kekamar tidur.
Kupeluk Doni.
Matanya memudar.
Aku tahu dengan nilai lapor buruk dan tidak naik kelas saja beliau sudah aib apalagi di maki maki dan dimarahi didepan adik adiknya.
Dia aib sebagai anak tertua. Kembali matanya memandangku. Kulihat beliau butuh dukunganku. Kupeluk Doni dengan erat “ Anak bunda, tidak tolol" Anak bunda berakal kok. Besok ya rajin ya belajarnya”
“ Doni udah berguru sungguh sungguh, bunda, Bunda kan lihat sendiri.
Tapi Doni memang engga berakal menyerupai Ruli dan Rini.
Kenapa ya Bunda” Wajah lugunya membuatku terenyuh.. *Aku menangis “ Doni, berakal kok* Doni kan anak ayah. Ayah Doni berakal tentu Doni juga pintar. “
“ Doni bukan anak ayah.”
Katanya dengan mata tertunduk *“ Doni telah mengecewakan Ayah, ya bunda “*
Malamnya , adiknya Ruli yang sekamar dengannya membangunkan kami sebab ketakutan melihat Doni mengigau terus.
Aku dan suamiku berhamburan kekamar Doni.
Kurasakan badannya panas.
*Kupeluk Doni dengan sekuat jiwaku untuk menenangkannya*
Matanya melotot kearah kosong. Kurasakan badannya panas.
*Segera kukompres kepalanya dan suamiku segera menghubungi dokter keluarga*
Doni tak lepas dari pelukanku “ Anak bunda, buah hati bunda, kenapa sayang. Ini bunda,..” Kataku sambil terus membelai kepalanya.
Tak berapa usang matanya mulai redup dan terkulai.
Dia mulai sadar. Doni membalas pelukanku. ‘ *Bunda, temani Doni tidur ya."* Katanya sayup sayup.
Suamiku hanya menghelap nafas. Aku tahu suamiku merasa bersalah sebab insiden siang tadi.
Doni yaitu putra tertua kami.
*Dia lahir memang ketika keadaan keluarga kami sadang sulit*
Suamiku ketika itu masih kuliah dan bekerja serabutan untuk membiayai kuliah dan rumah tangga.
Ketika itulah saya hamil Doni.
Mungkin sebab kurang gizi selama kehamilan tidak menciptakan janinku tumbuh dengan sempurna. *Kemudian , ketika Doni lahir kehidupan kami masih sangat sederhana* Masa balita Doni pun tidak sebaik anak anak lain.
Diapun kurang gizi.
Tapi ketika usianya dua tahun, kehidupan kami mulai membaik seiring usainya kuliah suamiku dan mendapatkan karir yang elok di BUMN.
Setelah itu saya kembali hamil dan Ruli lahir, juga laki laki
dan dua tahu sesudah itu, Rini lahir, adik perempuannya.
Kedua putra putriku yang lahir sesudah Doni mendapatkan lingkungan yang baik dan gizi yang baik pula.
Makanya mereka disekolah berakal pintar.
Makanya saya tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gizi yang cukup dan lingkungan yang baik.
Tapi keadaan ini tidak pernah mau diterima oleh Suamiku.
Dia punya standard yang tinggi terhadap anak anaknya.
Dia ingin semua anaknya menyerupai dia. Pintar dan cerdas.
“ Masalah Doni bukannya beliau tolol, Tapi beliau malas. Itu saja. “ Kata suamiku berkali kali.
Seakan beliau ingin menepis tesis ihwal ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas.
*“ Aku ini dari keluarga miskin* *Manapula saya ada gizi cukup.*
*Mana pula orang tuaku ngerti soal gizi.* Tapi nyatanya saya berhasil.
“ Aku tak bisa berkata banyak untuk mempertahankan tesisku itu.
Seminggu sesudah itu, suamiku memutuskan untuk mengirim Doni kepesantren. AKu tersentak.?!!!!??
*“ Apa alasan Mas mengirim Doni ke Pondok Pesantren “*
“ Biar beliau bisa dididik dengan benar”
*“ Apakah dirumah beliau tidak mendapatkan itu”*
“ Ini sudah keputusanku, Titik.
*“ Tapi kenapa , Mas” AKu berusaha ingin tahu alasan dibalik itu.*
Suamiku hanya diam.
Aku tahu alasannya.
Dia tidak ingin ada efek buruk kepada kedua putra putri kami.
Dia aib dengan tidak naik kelasnya Doni.
Suamiku ingin memisahkan Doni dari adik adiknya semoga terperinci mana yang bisa diandalkannya dan mana yang harus dibuangnya.
Mungkinkah itu alasannya. *Bagaimanapun , bagiku* *Doni akan tetap putraku*
*dan saya akan selalu ada untuknya* Aku tak berdaya.
Suamiku terlalu berakal bila diajak berdebat.
Ketika Doni mengetahui beliau akan dikirim ke Pondok Pesantren, beliau memandangku.
Dia nampak bingung.
*Dia terlalu akrab denganku dan tak ingin berpisah dariku.*
*Dia peluk saya “ Doni engga mau jauh jauh dari bunda” Katanya.*
Tapi seketika itu juga suamiku membentaknya “ Kamu ini laki laki. TIdak boleh cengeng.
Tidak boleh hidup dibawah ketika ibumu. Ngerti. ...!!!!
Kamu harus ikut kata Ayah.
*Besok Ayah akan urus kepindahan kau ke Pondok Pesantren. “*
Setelah Doni berada di Pondok Pesantren setiap hari saya merindukan buah hatiku.
Tapi suamiku nampak tidak peduli. “ Kamu dilarang mengunjunginya di pondok.
Dia harus diajarkan mandiri.
Tunggu saja jikalau liburan beliau akan pulang” Kata suamiku tegas seakan membaca kerinduanku untuk mengunjungi Doni.
Tak terasa Doni kini sudah kelas 3 Madrasah Aliyah atau setingkat SMU. Ruli kelas 1 SMU
dan Rini kelas 2 SLP.
*Suamiku tidak pernah bertanya soal Raport sekolahnya*
Tapi saya tahu raport sekolahnya tak begitu elok tapi juga tidak begitu buruk.
Bila liburan Doni pulang kerumah, Doni lebih banyak diam.
Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal disekolah dan suamiku menanggapi dengan tangkas untuk mencerahkan.
Walau beliau satu kamar dengan adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya sesudah bangkit tidur. *Tengah malam beliau bangkit dan sholat tahajud dan berzikir hingga sholat subuh*
Ku perhatikan tahun demi tahun perubahan Doni sesudah mondok.
Dia berubah dan berbeda dengan adik adiknya.
Dia sangat sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan hemat berbicara.
*Setiap hendak pergi keluar rumah,*
*dia selalu mencium tanganku dan sesudah itu memelukku*
Beda sekali dengan adik adiknya yang serba masbodoh dengan gaya hidup modern didikan suamiku.
Setamat Madrasa Aliyah, Doni kembali tinggal dirumah.
Suamiku tidak menyuruhnya melanjutkan ke Universitas.
“ Nilai rapor dan kemampuannya tak bisa masuk universitas.
Sudahlah.
Aku tidak bisa mikir soal masa depan dia. Kalau dipaksa juga masuk universitas akan menambah beban mentalnya. “
Demikian alasan suamiku.
Aku sanggup memaklumi itu.
*Namun suamiku tak pernah berpikir apa yang harus diperbuat Doni sesudah lulus dari pondok*
Donipun tidak pernah bertanya.
Dia hanya menanti dengan sabar.
Selama setahun sesudah Doni tamat dari mondok, waktunya lebih banyak di habiskan di Masjid. Dia terpilih sebagai ketua Remaja Islam Masjid. *Doni tidak menentukan Masjid yang berada di komplek kami tapi beliau menentukan masjid diperkampungan yang berada dibelakang komplek.* Mungkin sebab inilah suamiku semakin kesal dengan Doni sebab beliau bergaul dengan orang kebanyakan.
Suamiku sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin sebab beliau aib dengan cemoohan dari tetangga maka beliau kadang murka tanpa alasan yang terperinci kepada Doni.
Tapi Doni tetap diam.
Tak sedikitpun beliau membela diri.
*Suatu hari yang tak pernah kulupakan yaitu ketika polisi tiba kerumahku*
Polisi mewaspadai Doni dan sahabat temannya mencuri di rumah yang ada di komplek kami.
Aku tersentak.
Benarkah itu.
*Doni sujud dikaki ku sambil berkata “ Doni tidak mencuri , Bunda.*
TIdak, Bunda percayakan dengan Doni.
Kami memang sering menghabiskan malam di masjid tapi tidak pernah keluar untuk mencuri.”
Aku meraung ketika Doni dibawa kekantor polisi.
Suamiku dengan segala daya dan upaya membela Doni.
Alhamdulilah Doni dan sahabat temannya terbebaskan dari tuntutan itu. Karena memang tidak ada bukti sama sekali.
Mungkin ini akhir kekesalan penghuni komplek oleh ulah Doni dan mitra kawan yang selalu berzikir dimalam hari dan menggangu ketenangan tidur.
Tapi akhir insiden itu , suamiku mengusir Doni dari rumah.
Doni tidak protes.
Dia hanya membisu dan mendapatkan keputusan itu.
*Sebelum pergi beliau rangkul aku” Bunda , Maafkanku.*
Doni belum bisa berbuat apapun untuk membahagiakan bunda dan Ayah.
*Maafkan Doni “* Pesannya.
*Diapun memandang adiknya satu satu.* *Dia peluk mereka satu persatu “ Jaga bunda ya.*
*Mulailah sholat dan jangan tinggalkan sholat. Kalian sudah besar .” demikian pesan Doni*.
*Suamiku nampak tegar dengan sikapnya untuk mengusir Doni dari rumah.*
*“ Mas, Dimana Doni akan tinggal. “ Kataku dengan batas kekuatan terakhirku membela Doni.*
*“ Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus berguru bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri.*
***
Tak terasa sudah enam tahun Doni pergi dari Rumah.
Setiap bulan beliau selalu mengirim surat kepadaku.
Dari suratnya kutahu Doni berpindah pindah kota.
*Pernah di Bandung, Jakarta, Surabaya dan tiga tahun kemudian beliau berangkat ke Luar negeri.*
*Bila membayangkan masa kanak kanaknya kadang saya menangis.*
Aku merindukan putra sulungku. *Setiap hari kami menikmati akomodasi hidup yang berkecukupan.*
Ruli kuliah dengan kendaraan elok dan ATM yang berisi penuh.
Rinipun sama.
Karir suamiku semakin tinggi. Lingkungan sosial kami semakin berkelas.
Tapi, satu putra kami pergi dari kami. Entah bagaimana kehidupannya. Apakah beliau lapar.
*Apakah beliau kebasahan ketika hujan sebab tidak ada kawasan bernaung.* Namun dari surat Doni , saya tahu beliau baik baik saja.
Dia selalu menitipkan pesan kepada kami, “ Jangan tinggalkan sholat.
*Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam. “*
***
Prahara tiba kepada keluarga kami. *Suamiku tersangkut kasus Korupsi.*
Selama proses investigasi itu suamiku tidak dibenarkan masuk kantor. Dia dinonaktifkan.
Selama proses itupula suamiku nampak murung.
Kesehatannya mulai terganggu. Suamiku mengidap hipertensi.
Dan puncaknya , yaitu ketika Polisi menjemput suamiku di rumah. Suamiku terbukti melaksanakan tindak pidana korupsi.
*Rumah dan semua harta yang selama ini dikumpulkan disita oleh negara* Media massa memberitakan itu setiap hari.
Reputasi yang selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dengan gampang hancur berkeping keping. Harta yang dikumpul, sirna seketika. Kami sekeluarga menjadi pesakitan. Ruli malas untuk terus keliah sebab aib dengan sahabat temannya.
Rini juga sama yang tak ingin terus kuliah.
Kini suamiku dipenjara dan anak anak jadi bebanku dirumah kontrakan.
Ya walau mereka sudah cukup umur namun mereka menjadi bebanku. Mereka tak bisa untuk menolongku.
Baru kutahu bahwa selama ini kemanjaan yang diberikan oleh suamiku telah menciptakan mereka lemah untuk survival dengan segala kekurangan.
Maka jadilah mereka bebanku ditengah prahara kehidupan kami.
Pada ketika inilah saya sangat merindukan putra sulungku.
*Ditengah saya sangat merindukan itulah saya melihat sosok laki-laki gagah berdiri didepan pintu rumah.*
Doniku ada didepanku dengan senyuman khasnya.
Dia menghambur kedalam pelukanku. “ *Maafkan saya bunda, Aku gres sempat tiba kini semenjak saya menerima surat dari bunda ihwal keadaan ayah. “* katanya.
Dari wajahnya kutahu beliau sangat merindukanku.
Rini dan Ruli juga segera memeluk Doni.
Mereka juga merindukan kakaknya. Hari itu, kami berempat saling berpelukan untuk meyakinkan kami akan selalu bersama sama.
Kehadiran Doni dirumah telah menciptakan suasana menjadi lain. Dengan bekal tabungannya selama bekerja diluar negeri, Doni membuka perjuangan percetakan dan reklame.
Aku tahu betul sedari kecil beliau suka sekali menggambar namun hobi ini selalu di cemoohkan oleh ayahnya. Doni mengambil alih tugas ayahnya untuk melindungi kami.
Tak lebih setahun sesudah itu, Ruli kembali kuliah dan tak pernah meninggalkan sholat dan juga Rini. *Setiap maghrib dan subuh Doni menjadi imam kami sholat berjamaah dirumah*
Seusai sholat berjamaah Doni tak lupa duduk bersila dihadapan kami dan berbicara dengan bahasa yang sangat halus , beda sekali dengan gaya ayahnya
*" Manusia tidak dituntut untuk terhormat dihadapan insan tapi dihadapan Allah. Harta dunia, pangkat dan jabatan tidak bisa dijadikan tolok ukur kehormatan. Kita harus berjalan dengan cara yang benar dan itulah kunci meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat. Itulah yang harus kita perjuangkan dalam hidup semoga mendapatkan kemuliaan disisi Allah. Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita. Apakah ada yang lebih hebat menjaga kita didunia ini dibandingkan dengan Allah. “*
*“ Apa yang menimpa keluarga kita kini bukanlan azab dari Allah*
Ini sebab Allah cinta kepada Ayah. Allah cinta kepada kita semua sebab kita semua punya tugas hingga menciptakan ayah terpuruk dalam perbuatan dosa sebagai koruptor. Allah sedang berdialog dengan kita ihwal sabar dan ikhlas, ihwal hakikat kehidupan, ihwal hakikat kehormatan.
Kita harus mengambil nasihat dari ini semua untuk kembali kepada Allah dalam sesal dan taubat.
*Agar bila besok janjkematian menjemput kita, tak ada lagi yang harus disesalkan, Karna kita sudah sangat siap untuk pulang keharibaan Allah dengan bersih. “*
*Seusai Doni berbicara , saya selalu menangis*
*Doni yang tidak berakal sekolah, tapi Allah mengajarinya untuk mengetahui diam-diam terdalam ihwal kehidupan dan beliau mendapatkan itu untuk menjadi pelindung kami dan menuntun kami dalam taubah*
*Ini jugalah yang mempengaruhi perilaku suamiku dipenjara*
Kesehatannya membaik.
Darah tingginya tak lagi sering naik. Dia nrimo dan sabar , dan tentu sebab beliau semakin akrab kepada Allah.
*Tak pernah tinggal sholat sekalipun. Zikir dan linangan airmata sesal akan dosanya telah menciptakan jiwanya tentram. Mahasuci Allah*
*Sahabatku terdapat beberapa pesan moral dlm dongeng itu antara lain* :
*1).Jangan memaksakan kemampuan anak*
*2).Jangan merendahkan kemampuan anak*
*3).Kesuksesan bukan hanya diukur dari kemampuan akademik/nilai raport*
*4).Anak yg kelihatannya "terbelakang" belum tentu gagal*
*5). Kasih sayang yg kita berikan kpd semua anak harus adil sesuai dng porsinya*
*6).Jangan hanya memikirikan uang yg banyak tetapi tidak halal..*
*Semoga bermanfaat buat sahabat semua dan Allah jadikan kita semua dan keluarga kita menjadi hamba yg di rahmati, di Ridhoi, di Berkahi jg di bebaskan dari siksa api neraka...*
Dari Hamba Allah Yang HINA
*Aamiin...*
Sumber: facebook/whatsapp group
0 Response to "Kisah Wangsit Keluarga Motivasi Islami: Anak Sukses Dunia Vs Sukses Akhirat"
Post a Comment